Indonesia ini memang unik, sekaligus banyak yang mengelus dada atas apa yang terjadi pada Bangsa Indonesia yang telah merdeka 63 tahun ini. Usia Negara yang merdeka disegala bidang ini bukan lagi sebuah usia yang terbilang muda. Tapi sampai saat ini masih saja level Negara ini di tingkat Negara berkembang yang notabene angka jumlah kemiskinan tetap merangkak naik dan jumlah kasus korupsi yang makin membengkak. Lihatlah info berita akhir-akhir ini yang cukup heboh yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang meminta untuk ikut dalam pembahasan RAPBN. Ada yang aneh, sekaligus wajar dalam konteks ini. Berbagai respon muncul baik dari kalangan anggota dewan maupun elemen masyarakat non formal dengan adanya berita ini. Tapi yang jelas, DPR seperti kuatir sekaligus khawatir dengan niat KPK ini.
Banyak respon bermunculan beberapa diantaranya berasal dari Ketua FKB Effendi Choirie yang menilai penolakan DPR atas permintaan KPK untuk mengikuti pembahasan RAPBN adalah sesuatu yang wajar. Beliau berpendapat bahwa seharusnya sistem yang sudah dibangun dalam ketatanegaraan Indonesia dihargai dengan tetap menempatkan suatu lembaga sesuai tugas dan fungsinya. Tapi terus dimana posisi BK DPR yang juga bertugas mengawasi anggotanya. Segala pandangan subyektif dan obyektif bergulir dari lidah ke lidah siapapun yang merespon keinginan KPK ini.
Pendapat juga disampaikan oleh Gus Choi yang menyampaikan bahwa “Wajar kalau DPR awalnya menolak, karena fungsi budgeting itu di DPR bukan KPK. KPK itu pada fungsi pemberantasan korupsi, bukan membahas RAPBN”. Nha ini pendapat juga bisa dibilang benar, juga bisa dibilang tidak, tergantung cara memandang dan dimana sip e-respon tersebut berbicara. Karena respon yang keluar dari warung kopi ternyata tak sama dengan yang keluar dari café walaupun sama-sama habis minum kopi.
Yang jelas hampir semua anggota DPR (walau tidak semua) berkomentar miring saat KPK diizinkan mengikuti rapat RAPBN 2009. Padahal kenapa harus takut kalau memang tidak ada apa-apa dalam pembahasan RAPBN di DPR. ICW menilai justru komentar miring dari sejumlah wakil rakyat ini menunjukkan adanya indikasi kekhawatiran praktek korupsi yang menjamur di DPR. Hal ini sejalan dengan pendapat Fahmi jika dalam proses penyusunan RAPBN itu tidak ada hal yang salah, tidak ada alasan bagi para wakil rakyat untuk menutupi rapat tersebut.
Tapi tak sedikit pula yang membela kekhawatiran DPR terkait keinginan KPK mengikuti sidang RAPBN 2009 ini, salah satunya dari Wakil Ketua FPBR Ade Daud Nasution menduga langkah KPK yang akan mengawasi pembahasan RAPBN 2009 sebagai bentuk usaha mencari popularitas. Harusnya KPK kembali pada tugas awalnya mengembalikan uang negara yang di rampok dalam kasus BLBI. Ade mengatakan bahwa KPK ini disinyalir jadi isu politik. KPK harus pinter-pinter pilih sasaran. Jangan politis menangani. Menjelang 2009 ini jangan mau jadi politik lagi. Kalau mau politik, ya masuklah parpol,begitu ujarnya. Jadi rupanya hal ini terkait juga dengan Pemilu 2009 dan persiapannya. Entah apa yang dipikirkan oleh bapak-bapak pejabat yang terhormat ini. Apakah ini yang disebut sebagai sistem Negara demokrasi yang bebas menyampaikan pendapat dan sebagainya. Kebebasan di Negara ini kadang menjadi kebablasan dan kadang masuk kategori kebebasan yang ngawur, adu alibi mempertahankan seuatu agar tidak dipandang salah.
Lain tempat lain pendapat, tak tahu mana yang benar dan mana yang salah, karena lembaga yang memiliki otoritas hukumpun kadang menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah dengan selembar cek atau segepok uang ribuan dollar. Itulah Indonesia di usia yang sudah merdeka 63 th, malah makin lucu dan menjadi bahan kritikan dan tertawaan Negara lain. Tengoklah video yang di upload pada situs besar video dunia (youtube) yang berisi korban penilangan lalu lintas di lombok yang harus membayar sejumlah uang pada saat ada Razia kendaraan bermotor di Lombok yang notabene si pelanggar lalin adalah orang berwarga Negara asing. Itu baru sedikit dari bahan tertawaan asing kepada Indonesia ini yang mengatakan rule just as a rule, rule is money, dan sebagainya. Sedih, terenyuh, dan cukup memilukan.
Prestasi KPK dalam mengungkap kasus yang heboh akhir-akhir ini dengan hasil penyadapan pembicaraan Artalita dengan pejabat-pejabat di Kejaksaan, penangkapan dan pengungkapan kasus korupsi dikalangan anggota DPR rupanya cukup mengagetkan semua lini dalam Negara ini. Bila mau di terawang lebih jauh lagi, sebenarnya Negara ini mau menjadi Negara apa Indonesia ini karena kasus demi kasus ini sangat mempermalukan Negara yang dulunya “gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kertoraharjo, yang ber-bhinneka tunggal ika (berbeda-beda tetapi tetap satu), yang dulunya adalah bangsa yang dikenal ramah tamah. Tapi kini, kerusuhan dimana-dimana, mudah tersulut emosi massa, korupsi merajalela, dari level cilik-cilikan sampai yang disebut Wakil Rakyat yang sebenarnya mewakili rakyat Indonesia. Nha mekanisme seperti apa dipakai koq bisa memilih wakil yang ternyata juga korupsi di kemudian hari. Cukup menyedihkan masa depan bangsa ini.
Mungkin bila para pendiri bangsa Indonesia yang nota bene berjuang melawan penjajah dengan segenap jiwa dan raga dengan tujuan mulia yaitu “FREEDOM INDONESIA FOR INDONESIAN” mungkin akan sedih dengan mata yang berkaca-kaca karena Kondisi Negara ini sudah tidak seperti yang dicita-citakan dahulu, bahwa generasi penerus ini tidak tau apa sebenarnya cita-cita Negara ini.
soalnya DPR nggak bisa ngawasin KPK..saya jadi takut juga kalo kelamaan nggak ada yg ngawasin KPK..jangan2… 😆
Pak VQ,
Bener juga ni pak, KPK mirip seperti PM (Polisi Militer)…lha yg ngawasin KPK siapa ya hehehe ada Pekerjaan Rumah baru lagi ni 🙂
terima kasih dah mampir kesini…
nah ini pulak yg dulu awak pikir,macam mana pula yang ngawasi kapeka.he..he yg jelas macam awak ni kalaulah korupsi tak bakal KPK menyentuh awak he..he
soal apa KPK tak menyentuh awak????? karena awak sendiri adalah kapeka ho……hoooo…….bruk..???